26 February 2017

Adab Terhadap Diri Sendiri


Adab Terhadap Diri Sendiri

Adab Terhadap Diri Sendiri - Assalamu'alaikum. Adab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, akhlak. Sedangkan  adab dalam bahasa Arab yaitu artinya budi pekerti, tata karma, atau sopan santun. Arti adab secara keseluruhan yaitu segala bentuk sikap, perilaku, atau tata cara hidup yang mencerminkan nilai sopan santun, kehalusan, kebaikan, budi pekerti atau akhlak.

Adab bukan hanya perilaku kita terhadap orang lain, namun juga terhadap diri sendiri, yaitu dengan mendidik jiwa agar menjadikannya baik, mensucikannya, dan membersihkannya. Jika adab terhadap diri sendiri tercela maka akan melahirkan  kerusakan jiwanya, kekotoran dan keburukkan.
 
“  Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jjiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syam: 9-10)

“ Demi masa. Sesungguhnya, manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-nasihat supaya menetapi kesabaran.” (Al’ Ashr:1-3)

“Kamu semua akan masuk surga kecuali orang yang enggan.” Mereka (para shahabat) berkata, ‘lalu siapakah orang yang enggan itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “ Orang yang menaatiku akan masuk surga, dan orang yang bermaksiat kepadaku berarti ia telah enggan (untuk masuk surga).”

Berikut cara untuk melatih dan mendidik jiwa agar bersih dan suci:

1.    Taubat
Taubat adalah meningglkan semua dosa dan maksiat, menyesali semua dosa yang telah dilakukannya, serta berniat untuk tidak mengulanginya pada waktu yang akan datang.

“…Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.” (An-Nur:31)


2.    Muraqabah
Yaitu, seorang muslim melatih jiwanya dengan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, dan selalu mengawasinya dalam setiap detik- detik kehidupan. Dengan seperti itu, seorang muslim aka selalu memperhatikan kebesaran dan kesempurnaan Allah, merasakan kenikmatan dalam berdzikir kepada- Nya, merasa nyaman dalam beribadah kepada-Nya, mengharapkan untuk berada disampingnya, menghadapkan diri kepada-Nya, dan berlindung kepada selain_Nya.

3.    Muhasabah
Yaitu, ketika seorang muslim melakukan amalan di dalam kehidupan ini siang dan malam yang dapat membuatnya bahagia di akhirat, dan menjadikannya orang yang berhak menerima kemuliannya dan keridlaan Allah di dalamnya.Ada kisah tentang Abu Thalhah ketika disibukkan dengan kebunnya dari ibadah shalatnya, beliau pun mengeluarkan sebagian hasil kebunnya untuk bersedekah dengan mengharap ridha Allah SWT. Hal ini beliau lakukan dari hasil muhasabah beliau, bahwa beliau lebih disibukkan dengan kebunnya dari pada ibadahnya.

Ada pula sesorang yang suatu hari mengarahkan pandangannya kearah atap sebuah bangunan rumah, lalu ia melihat seorang perempuan dan memandangnya. Kemudian ia menghukum dirinya untuk tidak melihat kearah langit selama hidupnya.

Begitulah keadaan orang-orang shaleh dahulu dari umat ini.Mereka mengevaluasi dirinya dari sikap berlebih-lebihan mereka, mencelanya atas kelalaian yang diperbuatnya, mewajibkan dirinya untuk bertaqwa, dan melarang dirinya dari hawa nafsu.

4.    Mujahadah (bersungguh-sungguh)
Kesungguhan yang diutunjuukan sahabat Nabi ini sungguh luar  biasa. Muslim mengetahui bahwa musuh yang paling membahayakan baginya adalah hawa nafsunya sendiri.  
“ Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh pada kejahatan,…” (Yusuf:53).  
Hawa nafsu itu mencintai ketenangan dan terus menerus dalam kenyamanan, senang berpangku tangan, digerogoti oleh keinginan akan kenikmatan-kenikmatan sementara.

Maka dari itu seorang muslim menyiapkan perang untuk melawannya, jika ia mencinta kenyamanan, ia akan membuatnya merasa letih, jika ia mencintai kesenangan, ia akan menghalanginya, jika ia bermalas-malasan dalam beribadah, ia akan menghukumnya.

Begitulah bahwa taubat, muraqabah, muhasabah (intropeksi diri), dan mujahadah (bersungguh-sungguh) akan menjadi  cara untuk melatih dan mendidik jiwa kita agar bersih dan suci.

Referensi:
Minhajul Muslim - Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri