12 March 2017

Anak - Anak dan Sholat Lima Waktu

Anak dan Sholat Lima Waktu

Ninik, seorang ibu dari siswa, “Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam.”

“Pak, sudah tiga hari ini anak saya rajin shalatnya, Shubuh juga. Setelah saya tanya, ternyata disuruh Pak Iqbal. Padahal kalau ibunya yang nyuruh, susahnya minta ampun! Alhamdulillah. Terima kasih ,Pak!”

“Iya Bu, sama-sama. Semoga perilaku ini menetap dan makin tambah rajin.”

“Ya, Pak, aamiin, ya rabbal‘alamin.”

Sekelumit percakapan dengan wali murid ini mungkin dianggap biasa bagi orang lain, namun sangat berarti bagi saya. Bertahun-tahun berjuang di SD Khadijah Pandegling, bertahun-tahun juga saya memperhatikan, pelaksanaan shalat lima waktu bukanlah hal yang ringan, terutama bagi para murid.

Shalat yang sangat berat dilaksanakan adalah shalat Shubuh dan Isya. Shalat Shubuh berat dilaksanakan karena mereka sulit sekali bangun pagi. Sementara, shalat Isya berat dilakukan karena beberapa alasan, anatar lain, mereka sudah terkantuk-kantuk karena sudah malam atau terlena karena nonton TV sampai ketiduran.

Sebagai kepala sekolah, ini tentu meresahkan saya. Saya terus memutar otak memikirkan bagaimana caranya agar mereka mau dan mampu melaksanakan shalat lima waktu. Satu hal yang perlu menjadi catatan penting: saya tetap bersyukur karena selluruh murid mau menjawab dengan jujur ketika ditanya, “Apakah kamu shalat lima waktu?” Kejujuran ini terpelihara karena setelah pertanyaan itu, tidak pernah ada ancaman hukuman dari sekolah dan tidak ada kemarahan atas setiap jawaban yang diberikan, apapun jawaban mereka. Kami sangat menghargai kejujuran mereka, kami menanamkan kejujuran itu. Dan, kami tidak memberikan hukuman atas kejujuran mereka. Alhamdulillah, mereka jujur dan bilang kalau masih belum bisa melaksanakan shalat lima waktu.

Kembali ke strategi yang coba diterapkan. Pada kenyataannya, tidak cukup satu strategi untuk membangkitkan semangat shalat lima waktu. Strategi bertanya ketika berbaris di pagi hari membawa hasil, walaupun tidak sebanyak yang saya harapkan.

Munculah strategi saya berikutnya, yaitu dengan lompat pocong, nama yang aneh, mungkin, untuk sebuah ajakan shalat lima waktu. Saya mencoba mengajak para murid membentuk dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang susah menjalankan shalat lima waktu dan kelompok kedua adalah yang belum menjalankan shalat lima waktu ramailah keadaan karena mereka memisahkan diri sesuai kelompoknya dengan loncat seperti pocong , bukan jalan seperti biasa.

Alhamdulillah setelah beberapa kali saya lakukan, strategi ini rupanya terlihat berhasil. Perlahan-lahan, jumlah kelompok yang sudah shalat lima waktu semakin banyak. Strategi ini rupanya juga dilaksanakan dengan senang hati oleh segenap murid. Mereka melakukannya dengan tersenyum. Maka, dalam kesempatan itu, saya menyampaikan pentingnya shalat lima waktu.

Setelah kegiatan ini berakhir, ternyata Kevin tidak langsung masuk ke kelas. Sendirian dia datang ke kantor saya dan mengajukan petanyaan,

“Pak, bagaimana caranya supaya bisa bangun subuh?

“Kamu biasanya bangun jam berapa?” saya balik bertanya

“Saya bangun jam setengah enam, Pak.’

“Lho, tidurnya jam berapa?”

“Saya tidur jam delapan, Pak...”

“Ok, kalau begitu, sebelum tidur kamu baca bismillah 20 kali, minta pada Allah supaya bisa bangun subuh!”

Di waku lain. Saat peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Saat itu, seluruh murid diminta untuk membayangkan, seandainya bisa bertemu dengan Rasulullah, apa yang akan ditanyakaan? Ternyata, satu pertanyaan mengejutkan datang dari seorang murid kelas 6 yang bernama Mizan. Dia ingin bertanya Rasulullah, “Bagaimana caranya bisa bangun subuh?”

Sungguh motivasi internal semacam kevin dan Mizan, maupun murid yang lain semacam ini yang kita harapkan, bukan motivasi eksternal, yang hanya mau  shalat jika dimarahi atau dibentak. Ya, begitulah gugur, tidak ada sesuatu yang instan, perlu terus- menerus mengingatkan murid agar tidak terlena meninggalkan shalat lima waktu. Semoga, semakin banyak murid yang shalat lima waktu.

Semoga semakin hari banyak murid yang shalat lima waktu setelah kegiatan ini diulang beberapa kali.

Sumber:
Romantilka Membangun Sekolahnya Manusia - Muhammad Iqbal