Kehidupan
dunia berikut kekayaannya, yang tak berharga dan yang amat kecil itu, memang
sengaja dijadikan indah oleh Allah di mata orang-orang kafir. Demikian
indahnya, sehingga mereka terpesona, enggan meninggalkannya, dan enggan melihat
lebih jauh kepada hal-hal yang berada di belakangnya. Mereka tidak mengetahui
nilai-nilai selain nilai duniawiyah itu.
Orang
yang terpagar oleh ruang lingkup kehidupan duniawi ini, konsepsinya tidak
mungkin dapat menjangkau kepentingan luhur yang disandang oleh seorang mukmin.
Mereka tidak akan mampu menatap wawasan yang lebih jauh.
Seorang
mukmin sering menganggap kecil kekayaan duniawiyah. Ini bukan karena mereka
tidak merasa berkepentingan terhadapnya, juga bukan karena mereka bersikap
vatalis yang tak ingin mengembangkan kehidupan. Akan tetapi, selain karena
melakukan tugas sebagai khalifah di muka bumi, juga karena memandang “
kehidupan dunia” dari “atas mizan(tolok ukur) Allah”.
Orang-orang
kerdil seperti orang-orang kafir yang tenggelam dalam lumpur kehidupan duniawi
itu memandang orang-orang beriman secara skeptis. Mereka memandang orang-orang
beriman itu seakan menganggap kecil kehidupan dunia dan menjauhi harta
kekayaan.
Orang-orang
kafir itu juga melihat orang-orang beriman hidup merana, berada dalam kesulitan,
dan bahkan menolak kelezatan hidup dunia yang justru dianggap kecil oleh
orang-orang beriman karena adanya tujuan yang lebih luhur.
Orang-orang
kafir melihat semua itu bahwa orang-orang beriman adalah orang-orang hina dan
gembel. Mereka tidak mengetahui rahasia dan cita-cita orang mukmin yang mulia.
Oleh karenanya, wajar saja bila mereka memandang orang-orang mukmin itu hina,
baik keadaanya, konsepsinya, maupun cara hidup yang ditempuhnya.
Mereka
lupa bahwa mizan(tolok ukur) yang mereka pakai itu bukan mizan yang hak. Dalam
menilai orang-orang mukmin, mereka menggunakan mizan dunia, mizan jahiliyah.
Padahal mizan yang haq itu berada di tangan Allah. Allah melebihkan bobot mizan
orang beriman menurut mizanNya.
Itulah
mizan yang haq, yang ada di sisi Allah. Dengan demikian orang-orang mukmin
mengetahui secara jelas arti nilai hakiki mereka dalam timbangan Allah. Yang
penting, orang-orang mukmin harus maju terus tanpa perduli pada kedunguan
orang-orang yang dungu. Kita tak perlu ambil pusing terhadap hinaan siapapun
dan penilaian yang diberikan oleh orang-orang kafir.
Orang-orang
beriman jelas lebih mulia dalam pandangan Allah di hari kiamat kelak. Mereka
lebih mulia menurut kesaksian Allah Yang Maha Adil ketetapan hukumNya.
Allah
melimpahkan kepada orang-orang beriman apa yang terbaik untuk mereka. Allah
akan mencukupi seluruh rezeki mereka, dan menganugerahkan apa yang
dipilihkan-Nya untuk mereka, baik di dunia maupun di akhirat sesuai dengan apa
yang di pandangNya baik bagi mereka.
Allah
adalah zat Yang Maha Memberi, Maha Menganugerahi nikmat kepada siaapa yang
dikehendakinya, Allah melimpahkan Rahmat-Nya kepada orang yang dikehendakiNya.
Diberikan-Nya sendiri semua itu tanpa ada orang yang bisa menilai apa yang
dianugerahiNya. Di samping itu, seringkali karena adanya hikmat tertentu, Allah
juga memberikan kenikmatan duniawi kepada orang-orang kafir. Namun apa yang
diberikan-Nya kepada mereka tersebut tak ada istimewanya sama sekali. Allah
memberikan kenikmatan kepada siapa saja yang dikehendakiNya dan yang
dipilihNya, baik kenikmatan duniawi maupun ukhrawi. Semua anugrah itu datang
dari sisi Allah semata, dan apa yang dipilihkan-Nya untuk orang-orang pilihan
itu adalah suatu anugrah yang kekal dan mulia.
Kehidupan
selamanya akan diwarnai oleh dua model manusia ini, yakni kelompok orang-orang
beriman yang menerima nilai-nilai, mizan dan konsepsi Allah SWT (yang
selanjutnya membebaskan mereka dari kekejian dan kekayaan dunia serta
tujuan-tujuan remeh), dan sekelompok manusia yang menjadiakn kehidupan dunia
indah di dalam pandangannya, sehingga mereka tak segan-segan menghambakan diri
demi kekayaan dan nilai-nilainya (karena itu kepentingan dunia selalu
menjeratnya).
Dari
tempat yang tinggi, kaum muslimin selalu bisa menyaksikan orang yang terperosok
itu, betapapun banyaknya harta dan kekayaan yang mereka miliki. Sementara
orang-orang kafir merasa bahwa diri mereka telah dianugerahi
kenikmatan-kenikmatan. Bahkan menurut pandangan mereka, orang mukmin adalah
orang yang tidak mampu memperoleh kelezatan dunia tersebut,. Oleh karena itu
mereka terkadang tak segan-segan menindas kaum mukmin, dan dalam kesempatan
lain memandang hina, padahal sebenarya mereka sendirilah yang justru paling
berhak menduduki kehinaan.
Sumber :
Hidup Damai Dalam Islam - Sayyid Quthb