Islam dengan manhajnya yang tawazun(seimbang) dan adil dalam segala hal, tidak suka kepada orang yang menghabiskan seluruh waktunya untuk ibadah di dalam masjid, karena kehidupan ini mempunyai tuntutan-tuntutan di mana manusia mesti pandai mengatur waktunya. Islam menghendaki supaya kita berlaku sederhana dalam melaksanakan ketaatan, sebab Allah sendiri telah menyatakan dalam Q.S. Thaha:2 dan Al-Baqarah:185 yang isinya bahwa Allah tidak menjadikan Islam sebagai sesuatu yang sukar bagi umatnya. Oleh karena itu, Rasulullah melarang menambah-nambah atau berlebihan dalam melakukan ketaatan, sebab hal itu, berarti membebani diri di luar kemampuannya. Akibatnya, ia bisa menjadi jenuh dan akhirnya meninggalkan sama sekali ibadah itu.
Diriwayatkan dari Aisyah r.a Nabi SAW pernah masuk ke rumahnya (Aisyah) dan didekatnya duduk seoran perempuan ; beliaupun bertanya, “Siapakah ini?” Aisyah menjawab, “Si Fulanah ini menyebut-nyebut shalatnya.” Nabipun bersabda “Kamu tidak dituntut mengerjakan sesuatu kecuali apa yang kamu sanggupi. Demi Allah, sesungguhnya Dia tidak bosan sehingga kamu bosan.
Dalam hadist lain dikatakan
“Agama (Ibadah) yang paling disenangi oleh Allah adalah yang dikerjakan seseorang secara berkesinambungan walaupun sedikit. “ Mutafaqqun ‘alaihi).
Karena itu, rasulullah SAW selalu meluruskan pemahaman sebagian sahabatnya mengenai ibadah. Di antara mereka ada yang menganggap ibadahnya masih kurang dan perlu di tambah. Maka beliaupun bersabda
“Demi Allah, akulah yang paling takut kepada Allah dan paling bertaqwa kepadaNya dari pada kalian. Namun aku berpuasa tapi akupun berbuka, aku shalat tapi akupun tidur, dan aku juga menikah. Maka barang siapa yang benci kepada sunnahku, maka dia bukanlah umatku.” (Mutatafaqun ‘alaihi).
Salman Al-Fairisy pernah bermalam di rumah abu Darda, sedang istrinya tampak berpakaian lusuh dikarenakan suaminya tidak memperdulikannya akibat terlalu sibuk beribadah. Maka Salman berkata kepadanya, “ Sesungguhnya Tuhanmu mempuanyai hak atasmu, dan engkau mempunyai hak atas drimu, dan begitu juga keluargamu mempunyai hak atasmu, maka berikanlah haknya kepada setiap yang berhak.” Kemudian Salman mendatangi Rasulullah dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka beliau bersabda “Engkau benar Salman” (HR.Bukhari)
Itulah Manhaj Islam yang tawazun. Menyeimbangkan setiap tuntutan dari eksistensi manusia yang menjamin kebahagiannya, sehingga ia dapat menjalankan perannya dengan cara yang sehat. Hal Inilah yang membedakan Islam dari sistem kependetaan yang menghambat dinamika kehidupan dengan membatasi diri pada praktek-praktek kerohanian semata, mengisolir diri dari realita kehidupan materi karena menganggap bahwa kesenangan-kesenangan duniawi itu kotor adanya, serta seluruh yang bersifat ukhrawi dipandang baik dan harus ditekuni secara sungguh-sungguh. Akibatnya, manusia kehilangan keseimbangannya. Maka ketika hasrat seksual mereka tidak terkontrol, maka terjadilah dekadensi moral yang amat keji, justru di tempat-tempat ibadah. Hal itulah yang membuat teolog kehilangan kredibilitasnya.
Sumber :
Seimbanglah Dalam Beragama - Marwan Al Qadiry