03 March 2017

Kisah Tentang Taman Pendidikan Al - Qur'an

Kisah Tentang Taman Pendidikan Al - Qur'an

Kisah Tentang Taman Pendidikan Al - Qur'an - Mereka mendidik anak-anaknya sejak belajar mengaji sejak kecil. Memang bapaknya agak keras. Ketika ada anaknya yang tidur saat waktu sholat tiba, pastilah sang bapak menarik kaki dan bahkan menggeletakkan ke bawah tempat tidur bila anak-anaknya susah dibangunkan. Sedangkan ibu sangat sabar. Kesabarannya mampu membuat anak -anak sholat dan mengaji dengan rajin
.
Kini ketiganya telah tumbuh dewasa, termasuk Re. Kedua kakak Re kini tidak dirumah. Kakak pertama sudah menikah dan ikut dengan suami. Sedangkan kakak kedua bekerja di luar kota. Re yang punya jiwa mengajar sejak SMP senantiasa berusaha menghidupkan TPQ di desanya. TPQ ini hanya aktif pada bulan Ramadhan. Setiap sore selama satu bulan penuh, anak-anak kecil di desa Re berduyun-duyun datang ke masjid untuk TPQ. Namun selepas bulan Ramadhan, surutlah semangat mereka.

Begitu pula denagn remaja di desa ini. Banyak remaja di desa Re, namun tidak ada yang tergerak hatinya untuk mengajar di TPQ mereka bilang “maaf mbak, tidak bisa” Yah memang tidak bisa dipaksa. Banyak yang beralasan, “ Aku kan tidak bisa mengaji, masak ngajari ngaji, mbak?”. Tidak sedikit pula yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Selebihnya, ada yang kuliah atau bekerja  diluar daerah. Sepertinya tidak ada greget di hati remaja untuk menghidupkan TPQ kembali.

Re selalu pulang sore karena kegiatan di kampus. Dia hanya bisa meluangkan waktu untuk mengajar TPQ pada hari Ahad. Berusaha merutinkan di hari minggu . Ketika masjid sedang direnovasi, TPQ dialihkan ke rumah Re. Re meminta adeknya untuk mengumumkan info ini. Adiknya mengajak beberapa teman sebayanya. Namun banyak yang tidak mau. Hanya adek Re dan tiga temannya yang mengaji. Minggu berikutnya bertambah banyak, lebih dari 5 anak. Hal ini membuat Re sangat bersyukur. Alhamdulillah, mereka mau datang saja sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Re.

Minggu berikutnya masih stabil. Namun, minggu keempat tinggal dua anak yang datang. Deg. Anak-anak yang kain lebih memilih naik kereta kelinci , ada pula yang bermain bersama. Hanya ada adik dan sepupu Re yang konsisten mengaji. Sepinya kelas mengaji ini membuat adik Re ngambek dan tidak mau mengaji juga.

Batin Re meriintih. Re hanya ingin anak-anak mulai belajar mengaji untuk bekal mereka di akhirat kelak. Meski Re juga menyadari usahanya ini tidak seberapa dibandingkan dakwah Rasulullah saw. Dalam hatinya Re meminta pada Allah agar anak-anak kembali semangat belajar mengaji.

Ketika ada rapat karang taruna di desanya. Re usul agar diadakan TPQ khusus remaja. Harapannya nanti para remaja bisa mengaji dengan baik, kemudian ikut menularkan ilmunya di TPQ. Teman-teman kampus Re bersedia mengajari mereka. Usulan Re pun diterima oleh para remaja karangtaruna. Alhasil, diputuskan setiap Jum’at malam berkumpul di rumah Re untuk belajar ngaji
Jum’at pertama dihadiri oleh beberapa remaja, alhamdulillah lumayan banyak yang datang. Re sangat senang, bersyukur atas kedatangan mereka. Jum’at berikutnya, mulai berkurang. Jum’at selanjutnya, kesedihan mulai hinggap di hati Re. Sepi, tidak ada yang datang satu pun.

Re menanyakan kelanjutan TPQ remaja pada saat rapat karang taruna. Sang ketua karang taruna pun meminta maaf dan memutuskan untuk tidak dilanjutkan saja. Tidak ada yang tertarik untuk datang, ia juga menyadari dirinya tidak datang . Re hanya mengangguk. Ia berusaha tegar. Sebenarnya mengaji untuk kebaikan mereka sendiri, tapi... Re pura-pura mengiyakan seolah tidak masalah jika kegiatan ini tidak dilanjutkan. Namun sebenarnya hatinya teriris merasa miris.

Lain halnya dengan TPQ untuk anak - anak. TPQ untuk anak-anak pun masih berjalan meski dengan keterbatasan sarana dan hanya beberapa anak nyang datang. Masjid pun sudah selesai direnovasi. Ditambah lagi ada Desy, teman sebaya Re, yang berkenan ikut mengajar. Alhamdulillah. Mereka berdua berusaha mengajak anak-anak didesanya untuk kembali ke TPQ. Salah satu caranya dengan menyebarkan undangan pemberitahuan ke orang tua. Selain itu,  Re dan Desy mengajak anak-anak secara langsung.

Re dan Desy berusaha istiqomah menagjari mereka tiap Ahad sore. Kehadiran anak-anak menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Minggu berikutnya tak disangka yang datang sudah mulai bertambah dan mereka pun mulai kewalahan karena banyak yang nangis dan ada yang bberkelahi.

Ada kebahagiaan tersendiri dalam hati Re. Bukan materi yang membuatnya bahagia. Ia bahagia melihat orang lain bisa berubah menjadi lebih baik. Bahagia melihat orang lain sukses. Bahagia karena mereka tergerak untuk mendalami ilmunya Allah. Re seringkali merasa sakit hati dan sedih, karena banyak orang tua yang tidak merespon dengan baik kegiatannya selama ini. Seolah-olah kegiatannya selama ini tak ada pengaruh  buat anak-anak mereka. Namun Re tak menghiraukannya. Re tahu, Allah lah yang menilai semua ini. Semoga anak-anak itu menjadi anak yang sholeh-sholehah, menjadi generasi Rabbani, genrerasi Qurani yang membawa peradaban lebih cerah lagi.

Anak-anak adalah generasi emas yang patut diperjuangkan keilmuannya. Yang harus terdidik sejak kecil agar menjadi insan yang bermanfaat.

Sumber: Buku Jadikan Lelah Kita Lillah kumpulan cerita inspiratif oleh Alifah Barizah dengan sedikit perubahan